Yulianus Doo, pemilik bengkel motor Orang Asli Papua (OAP), telah mengeluhkan tentang kesulitan dalam memproses izin usaha di Kabupaten Nabire, Papua Tengah.
Banyak pemuda Papua memiliki keinginan untuk memulai bisnis mereka sendiri, tetapi kurangnya modal dan surat izin menjadi hambatan utama,” kata pemilik bengkel tersebut kepada Tribun-Papua.com. Lokasi bengkel ini berada di Jalan RE Marthadinata, Nabire, pada tanggal 26 September 2024.
“Urusan perizinan bisnis sangat menyulitkan. Saya harus membayar Rp 6 juta hanya untuk mengurus surat di kantor Koperasi saja. Dan itu belum termasuk biaya modal untuk melengkapi peralatan di bengkel saya. Bagaimana saya bisa membayar semuanya?” Keluhan tersebut menggambarkan betapa sulitnya proses mendapatkan izin usaha di Indonesia.
Yulianus telah menerapkan bengkelnya sejak tahun 2018.
Bengkel ini bernama Bengkel Papua Pradise.
Yulianus memutuskan untuk mempekerjakan montir asal Jawa dalam mengelola bengkelnya dengan sistem pembayaran gaji bulanan.
Selama tiga tahun itu, Yulianus telah memperoleh banyak pengetahuan dan keterampilan dari para montir yang ia pekerjakan, mulai dari memperbaiki motor hingga berbagai hal lainnya.
Setelah belajar cara memperbaiki motor, Yulianus sekarang menjalankan bengkelnya dengan keahlian yang ia peroleh selama tiga tahun.
Setiap hari, bengkel ini menghasilkan antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta.
Menjalankan bengkel sepanjang hari bisa menghasilkan penghasilan sekitar lima ratus ribu hingga satu juta rupiah. Namun, jika saya hanya buka setengah hari, biasanya saya hanya mendapatkan lima ratus ribu saja.
Yulianus mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintah daerah karena proposal modal usahanya tidak ditanggapi sesuai dengan harapannya.
‘Dia berharap bahwa di masa depan pemerintah akan memudahkan proses pengurusan izin usaha bagi para OAP.
“Saya sangat terkejut ketika saya mengajukan proposal untuk mendapatkan modal usaha dan hanya diberikan lima juta oleh pemerintah. Mereka menolak karena saya tidak memiliki surat izin usaha. Saya merasa frustasi, bagaimana mungkin saya bisa membayar enam juta untuk surat izin sedangkan seluruh peralatan bengkel belum lengkap.”